STUDI PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MODERN PROF. MUHAMMAD ABDUL MANNAN, M.A., Ph.D Analisi Terhadap Buku “Islamic Economics; Theory and Practice”
Makalah Diajukan Oleh:
Arif Rahmatillah Jafar dan Rizki Syahputra
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidak bisa dipungkiri, bahwa sebutan ekonomi Islam
melahirkan kesan yang beragam. Bagi sebagian kalangan, kata “Islam”
memposisikan Ekonomi Islam pada tempat yang sangat ekslusif, sehingga
menghilangkan nilai kefitrahannya sebagai tatanan bagi semua manusia (rahmatan
lil’alamin). Bagi lainnya, ekonomi Islam digambarkan sebagai ekonomi hasil
racikan antara aliran kapitalis dan sosialis, sehingga ciri khas spesifik yang
dimiliki oleh Ekonomi Islam itu sendiri hilang.
Sebagai ekonomi yang ber-Tuhan maka Ekonomi Islam —
meminjam istilah dari Ismail Al Faruqi — mempunyai sumber “nilai-nilai
normatif-imperatif”, sebagai acuan yang mengikat. Dengan mengakses kepada aturan
Ilahiah, setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Setiap
tindakan manusia tidak boleh lepas dari nilai, yang secara vertikal
merefleksikan moral yang baik, dan secara horizontal memberi manfaat bagi
manusia dan makhluk lainnya.
Ekonomi Islam pernah tidak populer sama sekali.
Kepopuleran ekonomi Islam bisa dikatakan masih belum lama. Oleh karena itu,
sering muncul pertanyaan, apakah ekonomi Islam adalah baru sama sekali? Jika
melihat pada sejarah dan makna yang terkandung dalam ekonomi Islam, ia bukan
sistem yang baru. Argumen untuk hal ini antara lain:
1.
Islam
sebagai agama samawi yang paling mutakhir adalah agama yang dijamin oleh Allah
kesempurnaannya, seperti ditegaskan Allah dalam surat Al-Maidah (5):3. Di sisi
lain, Allah SWT juga telah menjamin kelengkapan isi Al-Qur’an sebagai petunjuk
bagi umat manusia yang beriman dalam menjalankan perannya sebagai khalifah
Allah di muka bumi.
2.
Sejarah
mencatat bahwa umat Islam pernah mencapai zaman keemasan, yang tidak dapat
disangkal siapapun. Dalam masa itu, sangat banyak kontribusi sarjana muslim
yang tetap sangat diakui oleh semua pihak dalam berbagai bidang ilmu sampai
saat ini, seperti matematika, astronomi, kimia, fisika, kedokteran, filsafat
dan lain sebagainya. Sejarah juga membuktikan, bahwa sulit diterima akal sehat
sebuah kemajuan umat dengan begitu banyak kontribusi dalam berbagai lapangan
hidup dan bidang keilmuan tanpa didukung lebih awal dari kemajuan di lapangan
ekonomi.
3.
Sejarah juga
mencatat banyak tokoh ekonom muslim yang hidup dan berjaya di zamannya
masing-masing, seperti Tusi, Al-Farabi, Abu Yusuf, Ibnu Taimiyyah, Al-Maqrizi,
Syah Waliyullah, Ibnu Khaldun dan lain-lain.
Ketiga argumen dan indikator di atas dapat dipakai
sebagai pendukung yang amat meyakinkan bahwa sistem ekonomi Islam bukanlah hal
baru sama sekali. Namun patut diakui bahwa sistem yang pernah berjaya ini
pernah tenggelam dalam masa yang cukup lama, dan sempat dilupakan oleh
sementara pihak, karena kuatnya dua sistem yang pernah berebut simpati dunia
yaitu sistem kapitalisme dan sosialisme.
Sistem ekonomi Islam mengalami perkembangan sejarah
baru pada era modern. Menurut Khurshid Ahmad, yang dikenal sebagai bapak
Ekonomi Islam, ada empat tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran ekonomi
Islam, yaitu:
1.
Tahapan Pertama, dimulai
ketika sebagian ulama, yang tidak memiliki pendidikan formal dalam bidang ilmu
ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap persoalan-persoalan sosio-ekonomi
pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan bunga. Mereka berpendapat
bahwa bunga bank itu haram dan kaum muslimin harus meninggalkan hubungan apapun
dengan perbankan konvensional. Masa ini dimulai kira-kira pada pertengahan
dekade 1930-an dan mengalami puncak kemajuannya pada akhir dekade 1950-an dan
awal dekade 1960-an. Pada masa itu di Pakistan didirikan bank Islam lokal yang
beroperasi bukan pada bunga. Sementara itu di Mesir juga didirikan lembaga
keuangan yang beroperasi bukan pada bunga bernama Mit Ghomir Local Saving.
Tahapan ini memang masih bersifat prematur dan coba-coba sehingga dampaknya
masih sangat terbatas. Meskipun demikian tahapan ini telah membuka pintu lebar
bagi perkembangan selanjutnya.
2.
Tahapan
kedua dimulai pada akhir dasa warsa 1960-an. Pada tahapan
ini para ekonom Muslim yang pada umumnya dididik dan dilatih di perguruan
tinggi terkemuka di Amerika Serika dan Eropa mulai mencoba mengembangkan
aspek-aspek tertentu dari sistem moneter Islam. Mereka melakukan analisis
ekonomi terhadap larangan riba (bunga) dan mengajukan alternatif perbankan yang
tidak berbasis bunga. Serangkaian konferensi dan seminar internasional tentang
ekonomi dan keuangan Islam digelar beberapa kali dengan mengundang para pakar,
ulama, ekonom baik muslim maupun non-muslim. Konferensi internasional pertama
tentang ekonomi Islam digelar di Makkah al-Mukarramah pada
tahun 1976 yang disusul kemudian dengan konferensi internasional tentang Islam
dan Tata Ekonomi Internasional yang baru di London pada tahun 1977. Setelah itu
digelar berbagai seminar tentang Ekonomi Moneter dan Fiskal serta Perbankan
Islam di berbagai negara.
Pada tahapan
kedua ini muncul nama-nama ekonom muslim terkenal di seluruh dunia Islam antara
lain Prof. Dr. Khurshid Ahmad yang dinobatkan sebagai bapak ekonomi Islam, Dr.
M. Umer Chapra, Dr. M. A. Mannan, Dr. Omar Zubair, Dr. Ahmad An-Najjar, Dr. M.
Nejatullah Siddiqi, Dr. Fahim Khan, Dr. Munawar Iqbal, Dr. Muhammad Ariff, Dr.
Anas Zarqa dan lain-lain. Mereka adalah ekonom muslim yang dididik di Barat
tetapi memahami sekali bahwa Islam sebagai way of life yang integral dan
komprehensif memiliki sistem ekonomi tersendiri dan jika diterapkan dengan baik
akan mampu membawa umat Islam kepada kedudukan yang berwibawa di mata dunia.
3.
Tahapan
ketiga ditandai dengan upaya-upaya konkrit untuk mengembangkan perbankan dan
lembaga-lembaga keuangan non-riba baik dalam sektor swasta maupun dalam sektor
pemerintah. Tahapan ini merupakan sinergi konkrit antara usaha intelektual dan
material para ekonom, pakar, banker, para pengusaha dan para hartawan muslim
yang memiliki kepedulian kepada perkembangan ekonomi Islam. Pada tahapan ini
sudah mulai didirikan bank-bank Islam dan lembaga investasi berbasis non-riba
dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonomi yang lebih mapan. Bank
Islam yang pertama kali didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB) pada
tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia.
4.
Tahapan
keempat ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih integratif dan sophisticated
untuk membangun keseluruhan teori dan praktek ekonomi Islam terutama lembaga
keuangan dan perbankan yang menjadi indikator ekonomi umat.
Para pakar ekonomi Islam memberikan definisi ekonomi
Islam yang berbeda-beda, akan tetapi semuanya bermuara pada pengertian yang
relatif sama. Menurut M. Abdul Mannan, ekonomi Islam adalah “sosial
science which studies the economics problems of people imbued with the values
of Islam”. [1] Dari
definisi tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu ilmu
pengetahuan yang berupaya untuk memandang, meninjau, meneliti, dan akhirnya
menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang Islami
(berdasarkan ajaran-ajaran agama Islam).
Penulis dalam makalah ini mencoba mengangkat dan
memaparkan pemikiran seorang tokoh ekonomi Islam kontemporer, Prof. Muhammad
Abdul Mannan, M.A., Ph.D. Latar belakang pemilihan tokoh ini adalah peran aktif
tokoh ini serta pemikiran ekonominya yang telah mampu melahirkan ide-ide
cemerlang dalam membumikan teori-teori ekonomi Islam. Salah satu karyanya “Islam Economics; Theory and Practice telah menjadi ide utama pembentukan Islamic Development Bank (IDB)
untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam yang luas di negeri-negeri Islam
secara lebih baik.
B.
Biografi Ringkas Abdul Mannan
Muhammad Abdul Mannan dilahirkan di
Bangladesh tahun 1918. Sesudah menerima gelar
master dibidang ekonomi dari Rajshahi University pada tahun 1960, ia bekerja di beberapa kantor ekonomi
pemerintah di Pakistan. Pada tahun 1970 pindah ke Amerika Serikat dan mendaftarkan diri di Michigan State University untuk progam magister economics dan lulus pada tahun 1973. Lulus progam doktor dari
universitas yang sama dalam bidang industri dan keuangan. Sesudah mendapatkan gelar doktor, ia mengajar di Papua
Nugini dan pada tahun 1978 ditunjuk sebagai profesor di Internasional Centre for Research in Islamic Economis di Jeddah. Selama periode
tersebut ia juga bertindak sebagai visiting profesor di Moslem Institute London dan Universitas Georgetown Amerika Serikat. Kemudian sejak tahun 1984 ia bergabung di Islamic Development Bank (IDB) Jeddah dan menjadi ahli
ekonomi senior.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar